Teruntuk dia,
Aku sedang
tak bisa diganggu. Aku sedang memikirkan tentang masa depan. Terfikirkan
segala tentang ini dan itu. Apakah dia juga begitu? Aku yakin, iya. Karena kulihat dia mempunyai cita-cita dan rencana yang tertata rapi.
Kadang,
selalu terfikir olehku untuk membagi keluh-kesah kesedihan setelah aku ditinggal almh. Nenek dengan dia. Satu yang aku inginkan, yaitu tempat sementara untuk
berpulang. Namun, nyatanya hubunganku dengan dia tidak sedekat yang kubayangkan. Lucu, kan? Kalau misalnya tiba-tiba aku datang berderai air mata
lalu meminta untuk ditenangkan? Pasti dia akan menganggap bahwa aku aneh atau
apalah. Akan tetapi, aku sangat ingin melakukan itu ketika berada di
dekatnya. Dan yang bisa kulakukan hanyalah menghindari dia dengan segala cara. Aku takut air mataku tak tertahankan ketika bertatap muka dengannya.
Kini, kupendam ini sendirian. Terlalu jauh jarak yang sudah kubuat dengannya sehingga
tak ada lagi kesempatan agar menjadi akrab. Aku juga yakin, dia sudah teguh
pada pendiriannya. ‘Tak ingin mengenalku lagi’. Sedih jujur, namun apa daya?
Sebenarnya ada cara untuk menariknya kembali ke sisiku. Yaitu memperlihatkan
‘kelemahanku’. Bisa saja kalau kuperlihatkan kelemahanku, mungkin dia akan segera
berbalik dan menenangkanku. Sungguh, maafkan keegoisanku yang
tidak mau selalu terlihat lemah.
Detik demi
detik berjalan, aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Masih kurasakan
getaran aneh saat manik mataku bersitatap dengan manik mata miliknya. Namun,
kini sepertinya hanya aku yang merasakan getaran itu. Kulihat dari kejauhan,
dia amat sangat memusuhiku. Tapi, tak apa. Masih kulihat senyum itu
mengembang, meski bukan lagi untukku.
Sudah ada satu gadis yang menggantikan posisiku yang sementara ini. Kuharap
dia bisa menetap dan bisa selalu terjaga untuk menemaninya. Meski hati kecilku
berkata, “Aku ingin berada di posisi gadis itu lagi.
Teruntuk
dia, terimakasih atas segala senyum dan perhatian yang sudah kau berikan. Aku
begitu menghargainya. Aku begitu senang mengenang kembali saat-saat dekat
dengannya. Dan jujur, aku menginginkan hal itu kembali terjadi. Meski untuk
yang terakhir kali.
Terimakasih
pernah menjadikanku serasa bagai ratu. Terimakasih pernah sangat menghargaiku.
Dan terimakasih untuk nasehatnya. Aku ingat Dia memeragakan air dengan tangan kirinya,
lalu berkata, “Kalau kau terus seperti ini kau akan selalu ada di posisi ini”
kini, dia peragakan tangan kanannya dan meletakkannya di bawah tangan kiri nya) Ia ibaratkan tangan kirinya adalah air yang pasang dan tangan kanannya berada di bawah. Ia ibaratkan tangan kanannya itu adalah aku. Yang artinya kalau aku berada di bawah terus, aku akan selalu ada dalam 'ketenggelaman'. Sungguh,
kuhargai nasehatnya.
Dia ingin aku menjadi kuat agar tak selalu tenggelam.
Namun,
ketahuilah . Banyak sekali kata yang ingin
kutanyakan untuknya. Tentang bagaimana bisa aku keluar dari “ketenggelaman” ku
ini ketika tak ada lagi satupun kapal ataupun ikan yang akan membantuku naik
ke permukaan. Bagaimana caranya? Sedangkan aku sudah kehabisan oksigen dan
hanya bisa bersembunyi di balik karang. Kedinginan dan menggigil. Pernah kucoba untuk keluar SENDIRI dari karang. Tapi, sial. Ada ikan hiu yang senantiasa
berjaga di sekitar karang.
Maukah dia membantuku keluar dari ketenggelaman ini?
Teruntuk dia, selamat tinggal. Entah haruskah aku berkata
‘sampai bertemu lagi‘ atau tidak. Apakah diriku masih sanggup temuinya yang
bersama gadis lain? Hanya waktu yang dapat menjawabnya. Apakah aku berakhir
dengan dia. Atau aku akan mendapatkan jodoh lain yang tak kusangka-sangka.
2 years i can't stop loving you. And now, i just want to say that until the end i can't forget you.
Dari yang tak ingin dikenal,
Aku
Aku bukan sosok yang melankonis atau cengeng.
Aku hanya ingin mengutarakan perasaanku.
Itu saja.