Sunday, August 25, 2019

Nanda Being Herself


Halloha Journey!


Sebenarnya gue selalu bingung bagaimana seharusnya gue menulis untuk mengawali blog gue, karena gue orangnya paling nggak bisa untuk basa-basi dan nyari topik yang bagus. Meskipun hanya sekedar gue nulis blog. Karena, gue memang tipe orang yang nggak terlalu suka bercerita.

Sedari gue masih kecil (baca:piyik), ketika gue berkumpul bersama teman-teman sekolah, gue termasuk tipe manusia yang lebih banyak mendengarkan dan merespon sekenanya dan sedikit sekali bercerita (baca: figuran).

Kalau ibarat main film, gue hanya akan jadi tokoh sampingan. Yang munculnya sebentar dan dialognya nggak penting. Pasti kalau kalian tahu, gue orang yang pendiam banget. Bagaimana gue bersikap ketika bersama teman-teman gue dan apa saja yang gue bahas ketika bersama teman-teman gue hampir-hampir nggak ada arti yang mendalam. Just do our business and then finish.
Gue baru menyadari itu belakangan ini.

Kebanyakan orang yang lagi sama gue pasti kekurangan topik pembicaraan dan akan garing nggak tahu mau ngapain. Maka dari itu, entah kenapa gue hanya bisa mudah akrab dengan orang yang intensitas bicaranya lebih banyak dari gue. Coz, orang itulah yang akan memulai topik pembicaraan. Kalau gue ketemunya sama orang yang sama pendiamnya dengan gue, akan jadi.................... *krik *krik.

That's why, gue tidak memiliki circle pertemanan yang luas seperti kebanyakan orang. Teman yang benar-benar gue anggap teman bahkan bisa dihitung hanya dengan jari. Dan orang yang kenal sama gua pun nggak sebegitu banyak. 


Karena gue begitu pendiam dan tidak pintar showing my exspression, gue sulit sekali mendapatkan teman dan bergabung di lingkungan baru. Gue nggak tahu apakah gue mengidap anxiety atau apa. Tapi gue bener-bener tahu ada yang berbeda sama diri gue dengan kebanyakan orang lain. Dan masalahnya gue nggak tahu apa sebenarnya itu.

Kadang-kadang gue mikir, "Mereka tahu nggak, sih? Kalau gue ini memang berbeda dan perlu pendekatan yang berbeda. Tidak seperti kebanyakan orang." Ketika berada di suatu circle, kadang gue merasa gue bisa speak up, tapi entah kenapa pada akhirnya gue menjadi silent dan membiarkan pertemuan tadi let go gitu aja tanpa arti. 

Gue sempet mikir, apakah gue kurang love self dan nggak confident sama diri gue. Karena gue sadar kalau kadang gue berbicara "dengan menjadi orang lain" alias gue nggak menjad diri gue sendiri. Tapi entah kenapa kalau gue udah confident gitu, ya memang berhasil. Akan tetapi karena gue itu paling nggak bisa terlalu showing expression, energi gue rasanya terserap banyak. Kadang kalau habis berbaur sama orang banyak gitu gue sangat perlu diem di kamar dan nggak ngomong selama semalaman, itupun kadang rasanya charging gue terasa kurang. Dan masi lemes pagi harinya.

Biasanya hal kayak gitu disebut introvert. But, i'm feeling that my problem is more than just introvert. Its bigger than that.

Banyak sekali orang yang salah paham dengan gue pada awal pertemuan. Kebanyakan dari mereka mengira gue itu sombong. Gue melirik dengan mata yang tajam. And others.

I just want to say that gue nggak bermaksud untuk bersikap seperti itu. Memang, ekspresi gue sedatar dan sekeras itu sampai orang-orang pada salah paham sama gue. Gue nggak bisa menyalahkan mereka karena mereka memang nggak tahu bagaimana dirikuuuuuuuuuuuuuu.

Terus kalau ada yang merasa gue orangnya nggak asik, hehehhe... itu emang bawaan dari lahir. 
Tapi bukan berarti gue nggak bisa curhat dan bercerita panjang lebar. Kadang kalau bertemu sama orang baru yang nyambung sama gue, gue juga bisa cerewet dan terlihat seperti ekstrovert. Sayangnya, yang bisa nyambung dan paham sama kepribadian gue hanya sedikit. Eheee..

Gue itu kadang-kadang nggak suka sama orang-orang yang terlalu haha-hihi dan ngejokes nggak jelas. Padahal gue sendiri kadang kalau udah ketawa gitu kerasnya minta ampun dan jokes gue receh banget. Tapi gue akan begitu dan jadi diri sendiri hanya ketika sedang bareng sama orang-orang di circle gue sendiri. Kalau udah di circle baru, gue akan diem cep dan i'm like...
Damn, can i go out now?!

Iya, gua tahu kalau harus merubah diri. Masak iya akan terus seperti ini? 
Tapi ketahuilah, bagaimana otak dan hati saya bekerja.
Sangat bertolak belakang...........
Jadi, memang perlu waktu dan bener-bener harus dimulai dari hal yang terkecil.

Sebenarnya gue suka sekali meng-explore orang lain. I mean, melihat kepribadian dan bagaimana mereka bertingkah laku. Sangat seru. 
Kadang hal-hal yang gue explore terlalu mendetail dan melupakan hal yang penting. Maka dari itu kadang gue perhatian dengan hal nggak penting dan melupakan hal lain yang penting.

Because, my brain is too much thinking... *apaan sih
Otak gue kebanyakan mendem perasaan yang nggak bisa diekspresikan. Jadi, gue sulit mikir. Tapi, kalau gue udah di-notice, gue akan selalu inget dan nggak akan gue lupain.

Tahu, nggak? Bahkan ketika gue membaca ulang dari atas, gue tahu tulisan gue sangat terlalu random dan nggak nyambung. Jadi, ya bisa kalian nilai sendiri bagaimana kepribadian gue dari tulisan gue, bagaimana kelakukan gue sehari-hari...

Aku hanya mau bilang, bagaimanapun orang itu, mohon hargailah.
Kadang-kadang mereka punya suatu hal tersembunyi dari diri mereka.
Kamu nggak pernah tahu, apakah kamu sudah menyentuh hal tersembunyi itu.
Dan kamu juga nggak tahu, apakah yang kamu lakukan melukai hal tersembunyi itu atau tidak.

Jadi, tolong... Notice me berulang kali nggakpapa. 
Tapi dengan cara yang tidak menyakiti.

Karena sesuatu yang di dalamnya sudah keras, kalau lebih dikeraskan lagi, hanya akan hancur.
Karena berbeda orang, beda juga cara mereka bisa menyadarinya.

Dan aku, termasuk seseorang yang di dalamnya sudah keras.
Tapi kulitnya sangat rapuh....



NGGAK PENTING SIH TAPI MAKASI UDAH MO BACA.

Sekian.


OUT OF TOPIC
My black kitten Osju (Oscar Junior)
 I've lost my Oscar a month ago and my mom found this kitten that looks like Oscar. That's way, i give name Osju to this kitten.

This is Mocca. SHE'S BEING A MOM NOW WITH 4 CHILDREN. wkwkwk...



Me : SO FUCK*N WITH MY PERSONALITY



Sunday, August 18, 2019

Kerja' lembur bagai quda'

Assalamu'alaikum, Everybody!






So, yeah. Gua hanya mau meng-update mengenai perkembangan hidup gue. Ciyeilah, lagaknya. Wkwkwkwk. Perlu diketahui bahwa gue sudah lulus SMK semenjak hampir 4 bulan yang lalu. Dan gua nggak sempat untuk menulis mengenai hari kelulusan gue, sih.

Pun kagak ada foto apapun yang gua ambil ketika hari kelulusan. Ada, sih. Tapi beberapa hari setelah kelulusan, hp gue kan nge-hang mulu kalau misalnya dipake. Jadi, gue berinisiatif untuk mencoba me-reset hp gue. Dan dengan kepintaran gue, gue kagak nge-back up dulu semua data dan foto di hp gua sebelum gua back up. Jadilah seluruh data yang ada di hp gua hilang tak bersisa. Mulai dari nomor yang ada di kontak dan foto-foto, seluruhnya lenyap.

Dan gua baru menyesal setelah semua hilang. Uhuy, curcol.

Nah, jadi, gue udah kerja. IYA CUY KERJA. Finally, seorang Rochma Nanda yang manjanya nggak ketulungan ini akhirnya bisa kerja juga. Buat yang nanya gua kerja dimana, gua kerja di onlineshop gitu. Jadi Customer Service. Buat kalian yang mengetahui, jadi gualah yang menjawab banyak sekali message yang masuk ke akun toko online. Dan gua paling geli ketika harus memanggil customer dengan sebutan, "Kakak". Ya memang untuk beberapa orang panggilan itu biasa aja. Tapi, buat gue... BIG NO.

"Ready, kak. Silahkan diorder."
KAK?! KAK?!!!

Belum lagi ada banyak banget pesan-pesan yang aneh dari si pembeli.

"Kak, ini kok harganya mahal banget, sih?!"
"Kak, yang ini panjangnya berapa cm?"
"Kak, ini harga satu set atau per pcs?"
"Kak, ini cocok buat bayi cewek nggak?"

BODO DAH, BODO.

Udah gitu, kagak semua orang tuh yang nanya-nanya banyak akan beli. Ada pembeli yang nanya ampe sedetail ibu-ibu yang nanyain kenapa anaknya pulang malem. Eh, tapi ujungnya kagak jadi beli.
PADAHAL GUA UDAH SABAR BANGET JAWAB PESANNYA.

Huuuuhhhhhhhhh*buang nafas

Ya, udah selama 3 bulan ini gua bergulat dengan itu semua.
Dan yang unik lagi adalah, HAMPIR SEPARO ORANG DI KANTOR ADALAH ALUMNI SMK GUA.

I mean, gua udah 3 tahun gitu lihat dan tahu mereka. Terus sekarang ketika kerja gua harus ngelihat mereka lagi, gitu?! Gile lu, Ndro.

Ya akhirnya cuma bisa dinikmatin dan semangat kerja!

SEMANGAT NDA!
You can, I can, We can! FIGHTING!




Note:
Gue lagi gila denger lagu BTS-BOY WITH LUV
Apakah ini pertanda akhir zamaaaan?

Saturday, June 1, 2019

Ibu dalam Kacamataku

Pada malam yang hening ini, ditemani Mocca, kucingku dan juga segelas air putih. Aku ingin bercerita lagi. Kali ini aku akan menceritakan mengenai seseorang yang begitu ku cintai dan ku sayangi.







Ibu.


Aku ingin tahu, bagaimana kalian mendeskripsikan Ibu kalian? 
Apakah pintar memasak?
Pekerja keras?
Pintar menjahit? 
Penuh kasih sayang?
Pengelola uang yang baik?
Superhero?

Bagiku, Ibuku sangat istimewa. 
Tahukah kamu? Menceritakan tentang Ibuku lebih menguras emosi dibandingkan aku menceritakan hal lain. Karena Ibuku tidak seperti Ibu-Ibu yang lain. Ibuku berbeda. Ibuku Istimewa.

Untuk mendeskripsikan ibu, aku hanya bisa bilang kalau Ibuku itu...
Lebih suka membicarakan kucing daripada si tetangga ini beli kulkas dua pintu.
Ibu lebih suka melihat film kartun daripada menonton acara berita.
Ibuku lebih suka menyentuh snack bisvit selimut daripada menyentuh peralatan rumah tangga.
Ibuku lebih suka membeli banyak makanan ringan daripada peduli kelengkapan bumbu dapur di rumah masih atau tidak

Banyak orang yang memandang rendah Ibuku. Banyak sekali orang yang meremehkan, mencemooh, dan menganggap Ibuku aneh. Aku mengetahui itu semua. Bahkan dulu, Almh. Nenekku pun begitu. Namun, ia tidak pernah benar-benar membencinya. Buktinya, pesan beliau yang terakhir adalah "Nduk, kamu harus menempati rumah ini berdua sama ibumu. Yang rukun. Jaga Ibumu." 

Bahkan di ujung nafasnya, beliau yang sering memarahi Ibu, malah menyuruhku menjaga Ibuku.

Dulu, aku pun meremehkan Ibu. Aku sering marah kalau Ibuku tertawa dan bermain bersama anak-anak kecil di desaku. Aku pernah marah melihat Ibuku pergi ke sungai mencari ikan bersama anak-anak kecil. Aku pernah marah ketika tahu Ibu membeli barang-barang mainan yang tak berguna. 

Namun, kali ini aku sadar. Memang ada yang berbeda dalam jiwa dan psikis beliau. Tidak. Tunggu. Jangan pernah menganggap beliau aneh. Jangan pernah memandang beliau remeh. 

Setidaknya..

Ibuku tak pernah menyakiti hati orang lain. Ibuku tak pernah berkata kasar pada orang lain. Ibuku tak pernah tega berkata "tidak" ketika ada orang lain yang meminta tolong padanya. 

Dulu, ketika pertama kali aku sadar kalau Ibuku berbeda... Aku marah. Entah marah pada Ibu, marah pada takdir, bahkan juga lagi-lagi aku marah dengan Tuhan. Mengapa aku tidak boleh merasakan apa yang namanya 'normal' dalam sekejap saja? Mengapa aku harus lagi, lagi dan lagi mengalami hal abnormal yang tidak dialami oleh orang-orang di sekitarku?

Namun, apa kau tahu? Semarah apapun aku kepada sifat istimewa Ibuku...
Aku juga merasakan sakit ketika orang lain banyak yang membicarakan Ibu di belakangku.
Tentang keanehan Ibuku. Mereka hanya membicarakan Ibu tanpa ingin tahu apa dan kenapa Ibu menjadi seperti itu. Mereka hanya melihat apa yang terlihat di luaran saja. Mereka tidak pernah mau tahu dan tidak mau peduli bagaimana perasaan ku sebagai ANAKNYA ketika mendengar Ibuku dikatai "Bodoh" dan "Aneh".

"Makanan tinggal dibawa, kok bodoh banget, sih?!"
"Cara ngulek sambel tuh nggak gitu, Bodoh!"
"Masak sayur gitu aja nggak bisa! Bodoh kamu!"

Bayangkan, ada orang yang berkata seperti itu kepada Ibumu, 
DI DEPAN KAMU, ANAKNYA!

I know that my mom is different. My mom is special. But, you can't treat my mom as you wish. 
My mom has her own world. And don't bother her.

Aku sungguh sakit hati! Aku sudah susah payah melakukan penerimaan. Susah payah mencintai Ibu dengan segala sifat istimewa yang ia punya. Meruntuhkan rasa malu agar berubah menjadi rasa bangga karena mempunyai Ibu yang cintanya tulus untukku. 

Lalu dengan mudahnya mereka mengatai Ibuku "Aneh" di depan ku?!

Hati anak mana yang tega mendengar kata tersebut ditujukan kepada IBUNYA?

Rasa dalam jiwa, ingin sekali aku sebagai anaknya membalas berkata kasar pada orang-orang itu. Ingin sekali aku memukuli mereka yang berkata seenaknya tentang Ibu. Ingin aku membela Ibu. Penerimaan yang kulakukan sudah susah payah, dan mereka dengan beraninya menilai ibuku seenaknya?! Maka, aku hanya diam. Membiarkan mereka berkata sesuka hati. Biarkan Tuhan yang membalas.

Setelah aku dan Ibuku tinggal berdua, Ibu berubah. Ia mulai seperti Ibu-Ibu lainnya di mataku. Ia menyiapkan sarapan untukku. Mencuci bajuku. Menyapu rumah. 

Ia sudah berusaha keras menjadi pengganti almh. Nenek.

Dan menurut kacamataku...
Ibu berhasil menjadi Ibu yang baik untukku. Ia juga menjadi Ayah pelindung bagiku. Menjadi Kakak pendengar yang baik untukku. Bahkan, ia menjadi Adik yang siap kujahili kala merasa bosan.

 DAN AKU BANGGA MENJADI ANAK IBU.

Aku tahu kalau ada yang tidak sengaja berkata kalau, "Ma, kok Ibumu agak aneh, ya?" Tidak apa-apa. Aku lebih dari sekedar mengerti. Aku tak marah. Karena kau baru pertama kali bertemu Ibuku dan aku tak bisa menyangkal kalau apa yang kau katakan memang benar. Tebakanmu tentang Ibuku tidak salah. Memang seperti itu adanya.

Yang kuharapkan adalah, setelah kau tahu bagaimana Ibuku, ku mohon bersikaplah biasa saja. Bicaralah pada Ibu tentangku saja. Ia lebih banyak tahu tentangku dan lebih bersemangat ketika menceritakanku. Atau bicaralah tentang kucing di rumah kami. Ibuku akan sangat antusias menjawabnya. 

Anggaplah Ibuku sebagai teman. Jagalah perasaanku, sebagai anaknya. Dan yang terpenting adalah hargai Ibuku.  

Kalau dipikir-pikir lagi, aku ini terlalu keras pada orang-orang yang sering membicarakan Ibu.
Haha.. Bahkan Ibu tak pernah peduli pada omongan orang. Ibu tak pernah memperlihatkan rasa tidak sukanya. Tidak sepertiku.

Aku selalu salut dengan Ibu yang selalu merasa baik-baik saja dan tidak apa-apa di balik ini semua. Karena aku tahu, Ibu sangat berusaha agar aku tak terpuruk setelah aku kehilangan Nenek. Ibu adalah wonderwoman kedua dalam hidupku. Tak akan pernah kubiarkan orang lain mencemoohnya.

Mengatainya 'Bodoh', 'Aneh', ataupun lainnya.

 Tidak. Aku tak pernah malu mengakui Ibu yang mempunyai sifat istimewa. Meskipun aku tahu, masyarakat di lingkunganku pasti semua sudah pernah membicarakan Ibu, tapi tak apa.

Bukankah sudah kebiasaan kita sebagai manusia untuk melihat apa yang ada di luar saja? Tanpa mau bertanya.

Iya, iya.

 Pasti kamu mau bilang, "Kami kan nggak akan pernah tahu seperti apa perasaanmu kalau kau tidak memberi tahu kami."
Iya, itu juga dilema. Karena tak mungkin juga setiap hari aku harus menebarkan keresahan ku pada semua orang yang belum mengenalku dan belum mengetahui tentangku.
 Jadi, aku menulis.

Entah siapapun yang membaca dan paham, aku tetap bersyukur untuk itu. Setidaknya ada 1 atau 2 orang yang paham dengan apa yang ku rasakan. Itu cukup.

Tentang Ibu, aku bangga pada perubahannya.

Aku mencintainya. Selalu.







Sunday, May 26, 2019

Dibuang Sayang

Halloha, Journey!
Hari ini gue bakalan update kejadian yang sudah gue alami seminggu yang lalu. Which is harusnya gue update setiap awal minggu, hari Senin misalnya. Tapi karena gue orangnya nggak terjadwal banget ya jadilah seperti ini. Ndak tentu. Wuehehehehe....

Okay, jadi gue baru aja selesai USBN (Ujian Sekolah Berbasis Nasional). Dan hari Senin depan gue udah harus siap-siap sama UKK. Gila, gue udah bener-bener ngerasa stres dan depresi banget gitu harus struggle terus sama pelajaran. Dan lo tahu, nggak? Gue sekolah di SMK dan gue ngambil jurusan AKUNTANSI. AKUNTANSI, coy. Sekali lagi, ah. AKUNTANSI, CUY!

Makin kesini tuh gue semakin ngerasa kalau belajar itu nggak perlu. Belajar yang gue maksud adalah belajar yang bener-bener gue ngehapalin rumus dan setiap kata yang ada di buku pelajaran gue. Sebenarnya dulu ketika gue memilih jurusan akuntansi, gue sempet nggak yakin gitu. Karena, gue udah tahu bahwasanya jurusan akuntansi itu bikin mumet. Cuman, gue tahu kalau di dalam kehidupan tuh kita sangat erat banget bersinggungan dengan prinsip akuntansi. Dan gue rasa ilmu akuntansi yang gue dapatkan itu akan berguna untuk kedepannya. Entah untuk pekerjaan gue atau untuk gue terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Atas dasar pertimbangan itulah, gue akhirnya memilih jurusan akuntansi.

Akan tetapi..
Ternyata gue salah. Ekspetasi gue ketika gue masuk SMK adalah gue akan bener-bener dikasih pelajaran mengenai jurusan gue dengan lebih serius gitu. Di dalam konteks gue ya tentu saja gue harusnya terus dikasih materi mengenai akuntansi. Ekspetasi gue adalah nanti gue akan belajar akuntansi dengan sistem seperti les. Menyenangkan dan mempelajari tiap materinya mulai yang mendasar sampai yang complicated.

Namun, gue lumayan shock ketika ternyata mata pelajaran biasa juga tetap ada di SMK. (Sejarah, Matematika, Bahasa Inggris, dan kawan-kawannya).
Kalau yang satu itu gue bukan kaget sebener-benernya kaget. Gue tahu kalau memang selain akuntansi, pelajaran yang biasa memang tetap ada. Namun, yang gue nggak tahu adalah pelajaran lain itu frekuensinya sama dengan pelajaran akuntansi yang gue dapet di sekolah. Which is menurut gue seharusnya gue lebih banyak mendapat pelajaran akuntansi dibandingkan pelajaran regular. Tapi, ternyata pelajaran regular itu juga menyita waktu sefrekuensi dengan akuntansi.

Jadi, gue tuh ngerasanya ilmu akuntansi yang gue dapetin itu nguap. Nguap gitu aja. Ketika gue mulai enjoy sama materi persamaan dasar akuntansi, gue ternyata dapet tugas dari pelajaran Sejarah untuk membuat laporan mengenai Sejarah PKI yang pernah ada di Indonesia. Mau nggak mau, otak bercabang. Dan yang gue tahu, cabang di otak gue terbatas.

I mean, ini kan Sekolah Menengah Kejuruan, ya? Jadi, bukankah fokus yang ditekankan adalah pelajaran terkait jurusan yang diambil? Akuntansi ya difokusin akuntansi. Tata Boga ya difokusin masak. Dan lain-lain. Praktik pelaksanaan SMK ternyata tidak sesuai dengan definisnya.

Gue lebih milih puyeng sama pelajaran akuntansi tiap hari daripada puyeng campur aduk kayak gini. I mean, setidaknya kepuyengan gue itu berfokus pada satu subyek saja. Jadi, gue punya alasan untuk puyeng dengan jelas. Tidak seperti ini! Lagi pula kan memang tujuan gue adalah paham tentang akuntansi, ya? Dan gue sadar bahwa kemampuan ingatan otak gue terbatas. Kalau belajar nggak gue ulang sendiri lebih dari 2 kali, gue tetap nggak akan paham sama tuh pelajaran. Masalahnya adalah, gue nggak punya waktu untuk mengulang pelajaran akuntansi karena lebih sering bentrok untuk mengerjakan PR dari pelajaran lain. Huhuhuhu...

Kalau misalnya pelajaran regularnya itu hanya Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia saja gue rasa gue nggak akan terlalu pusing. Dan seharusnya tetep akuntansi yang menjadi topik utama pelajaran selama 3 tahun.
Lah ini? semua ada. Seni Budaya, Bahasa Jawa, Pend, Agama, Pend, Kewarganegaraan, Penjasorkes. Belum lagi akuntansinya, Manufaktur, Akuntansi Keuangan, Administrasi Pajak, MYOB, dan lainnya.

Seharusnya pelajaran regular itu tidak terlalu menuntut. Seenggaknya agak pasif lah, gitu. Biar yang menonjol si materi jurusan ini. Itu menurut pikiran gue, sih.

Any opinion?

Friday, May 24, 2019

Tentang Ramadhan

Hasil gambar untuk ramadhan

"Nduk, Ayo bangun. Sahur dulu." Sayup-sayup ku dengar suara lembut disertai tangan yang setengah menggoncangkan tubuhku. 
"Kamu puasa, nggak?"
Aku mulai terusik, perlahan ku buka mata dan melirik ke arah jam yang tergantung manis di dinding kamar. Pukul 03.15.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, aku bangun dan turun dari tempat tidur kemudian menuju ke ruang tamu. Bau ikan sarden, lauk kesukaanku, langsung menusuk ke hidungku.

"Nyoh. Ngombe sek." (Ini. Minum dulu) Ucap beliau yang datang dari dapur dan membawakan teh manis. Ia memberikan teh manis itu kepadaku. Aku masih setengah mengantuk dengan mata yang sedikit tertutup. Ku coba untuk membuka mata agar aku benar-benar bangun.

Ku lihat beliau melangkah ke arah televisi dan menyalakannya, mengarahkan televisi ke acara sahur kesukaan kami. Aku masih mencoba sadar untuk bisa makan. Kalau kalian bertanya, "Kenapa kamu sahur jam 3? Bukankah lebih baik mengakhirkan waktu sahur?"

Jadi, biasanya ogut selalu sholat dulu sebelum sahur. Makdarit, (Maka dari itu) aku selalu minta dibangunkan jam 3 pagi. Nggak selalu, sih. Kadang pun saya baru mau bangun jam 4. Hueueueue..
Alasan lain mengapa bangun lebih pagi adalah karena saya kalau makan sahur itu pasti lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget. Mengumpulkan nyawa dan bisa bangun pun butuh waktu hampir setengah jam. Bayangkan kalau saya bangun jam 4, mengumpulkan nyawa 10 menit, padahal jam segitu sudah waktunya imsak. Belum lagi saya kalau makan masih ngantuk-ngantuk gitu lamanya na'udzubillah. Ntar malah kagak jadi sahur.

Ku lihat beliau melangkah ke kamar Ibu, untuk membangunkan Ibuku yang akan sahur. Huh, aku jadi merindukan Nenek. Dulu, ketika beliau masih ada, beliau yang paling repot dan ribet mempersiapkan menu makan sahur. Nenek memang sudah tak lagi berpuasa, namun beliaulah yang repot-repot bangun pagi-pagi sekali karena mempersiapkan sahur untukku dan Ibu.

Saya pun juga kadang bangun dan membantu mempersiapkan sahur, tapi dalam sebulan, mungkin hanya bisa dihitung dengan jari kapan saya membantu beliau manyiapkan sahur. Selebihnya, saya baru bangun ketika beliau selesai menyiapkan makanan untuk sahur.

Biasanya ketika suasana hati kami sedang baik, kami berkumpul di ruang tamu untuk sahur dan mengobrol sembari menonton acara sahur di televisi. Aku rindu suasana seperti itu.

Saat aku dan Ibu sahur, biasanya Nenek tidak tidur. Beliau masih menunggui kami ketika sahur. Bahkan, setelah ku ingat-ingat lagi, kalau misalnya aku sama sekali tidak bersemangat sahur, beliaulah yang turun tangan. Menyuapiku. Kadang ada saat dimana aku sangat malas untuk makan sahur dan mencoba untuk tidak sahur saja. Namun, beliau pasti langsung melarangku begitu.

Beliau selalu memastikan kalau aku sudah makan ketika sahur. Kalau aku tidak segera makan, beliau langsung menyuapiku entah hanya dapat beberapa sendok saja. Nenek selalu merasa tenang kalau aku sudah makan. Perhatian yang takkan pernah ku dapatkan lagi.

Dimanja sampai aku berumur 17 tahun.

Rasanya baru kemarin beliau menyuapiku dan mengeluh, "Wongtua kaya aku ngene ki mung enek 100 siji. Nduk, nduk, apa ana bocah gerang arep 17 tahun isih didulang kaya ngene?"

(Orangtua yang seperti aku hanya ada 1 dari seratus orangtua. Nduk, nduk, mana ada remaja yang usianya hampir 17 tahun kalau makan masih disuapi kayak gini?"

Benar juga. Dari sekian banyak orangtua, jarang sekali yang sesabar itu seperti beliau. Kalau aku ada di keluarga lain mungkin aku akan dibentak dan dimarahi karena minta disuapi. Tapi beliau tidak, beliau selalu sabar dan mau menyuapiku.

Ya, mungkin pernah satu kali beliau memarahiku. Aku tahu, mungkin beliau ingin aku mandiri karena suatu saat beliau takkan ada lagi di sini. Dan benar, Ramadhan tahun ini beliau benar-benar tak ada di sisiku.

Biasanya, beliau akan tidur kalau aku dan Ibuku sudah sholat Subuh. Tapi tidak selalu juga, kadang beliau tetap terjaga dan menungguiku sampai aku berangkat sekolah. Pernah suatu hari, setelah aku sholat Subuh, beliau sudah terlelap di kasurnya. Dilihat dari posisinya tidur, beliau begitu kecapekan sekali. Ku tutupi tubuhnya dengan selimut. Aku hanya berdiri di samping ranjang dan menatapnya sembari berkata, "Semoga lelahmu menjadi lillah. Aamiin."

Mungkin hanya 5 tahun beliau benar-benar mendampingiku di Bulan Ramadhan. Karena seingatku, aku benar-benar berpuasa full mulai ketika aku kelas VII SMP.

5 tahun yang sanggup membuatku bahagia dan sedih. Entahlah, banyak memori bergelantungan dalam otakku saat ini. Namun, tak sanggup kalau harus ku ceritakan segalanya.

Siapa yang menyangka kalau Ramadhan tahun lalu, adalah Ramadhan terakhir aku bisa bertemu Nenekku?

Siapa yang menyangka Ramadhan kemarin adalah Ramadhan termenyedihkan dalam hidupku yang sampai hari ini masih sedikit menimbulkan goresan luka.

Tak lagi aku mencium pipi keriputmu,
Tak lagi ku genggam jemari besarmu,
Tak lagi ku usap rambut berubanmu,
Tak lagi ku lihat senyum dari bibir tipismu,
Tak lagi ku dengar tawa lebarmu kala aku tak sengaja kentut di dekatmu,
Tak lagi ku potong kuku jari kaki dan tanganmu,
Tak lagi ku memanggil "Mbok"
Tak lagi kita berpelukan seperti dulu,
Tak lagi,...
Dan takkan lagi....

Aku rindu,
Aku rindu,
Aku rindu.....

Terimakasih untuk Ramadhan terakhir kita, Mbok.
Maaf kalau ku teteskan lagi air mata untuk kesekian kalinya..
Aku hanya rindu.

PS: Teruntuk Ibu, terimakasih telah berusaha sekuat tenaga menggantikan almh. Nenek. Ku tahu kalau kau terlihat tegar karena ingin aku tidak terlalu merasa kehilangan meski sebenarnya kau pun merasakan sedih yang sama denganku. Terimakasih, Buk. Aku mencintaimu.





Tuesday, May 21, 2019

Surat Terbuka!





Teruntuk dia,
Aku sedang tak bisa diganggu. Aku sedang memikirkan tentang masa depan. Terfikirkan segala tentang ini dan itu. Apakah dia juga begitu? Aku yakin, iya. Karena kulihat dia mempunyai cita-cita dan rencana yang tertata rapi.

Kadang, selalu terfikir olehku untuk membagi keluh-kesah kesedihan setelah aku ditinggal almh. Nenek dengan dia. Satu yang aku inginkan, yaitu tempat sementara untuk berpulang. Namun, nyatanya hubunganku dengan dia tidak sedekat yang kubayangkan. Lucu, kan? Kalau misalnya tiba-tiba aku datang berderai air mata lalu meminta untuk ditenangkan? Pasti dia akan menganggap bahwa aku aneh atau apalah. Akan tetapi, aku sangat ingin melakukan itu ketika berada di dekatnya. Dan yang bisa kulakukan hanyalah menghindari dia dengan segala cara. Aku takut air mataku tak tertahankan ketika bertatap muka dengannya.

Kini, kupendam ini sendirian. Terlalu jauh jarak yang sudah kubuat dengannya sehingga tak ada lagi kesempatan agar menjadi akrab. Aku juga yakin, dia sudah teguh pada pendiriannya. ‘Tak ingin mengenalku lagi’. Sedih jujur, namun apa daya? Sebenarnya ada cara untuk menariknya kembali ke sisiku. Yaitu memperlihatkan ‘kelemahanku’. Bisa saja kalau kuperlihatkan kelemahanku, mungkin dia akan segera berbalik dan menenangkanku. Sungguh, maafkan keegoisanku yang tidak mau selalu terlihat lemah.

Detik demi detik berjalan, aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Masih kurasakan getaran aneh saat manik mataku bersitatap dengan manik mata miliknya. Namun, kini sepertinya hanya aku yang merasakan getaran itu. Kulihat dari kejauhan, dia amat sangat memusuhiku. Tapi, tak apa. Masih kulihat senyum itu mengembang, meski bukan lagi untukku. Sudah ada satu gadis yang menggantikan posisiku yang sementara ini. Kuharap dia bisa menetap dan bisa selalu terjaga untuk menemaninya. Meski hati kecilku berkata, “Aku ingin berada di posisi gadis itu lagi.
Teruntuk dia, terimakasih atas segala senyum dan perhatian yang sudah kau berikan. Aku begitu menghargainya. Aku begitu senang mengenang kembali saat-saat dekat dengannya. Dan jujur, aku menginginkan hal itu kembali terjadi. Meski untuk yang terakhir kali.

Terimakasih pernah menjadikanku serasa bagai ratu. Terimakasih pernah sangat menghargaiku. Dan terimakasih untuk nasehatnya. Aku ingat Dia memeragakan air dengan tangan kirinya, lalu berkata, “Kalau kau terus seperti ini kau akan selalu ada di posisi ini” kini, dia peragakan tangan kanannya dan meletakkannya di bawah tangan kiri nya) Ia ibaratkan tangan kirinya adalah air yang pasang dan tangan kanannya berada di bawah. Ia ibaratkan tangan kanannya itu adalah aku. Yang artinya kalau aku berada di bawah terus, aku akan selalu ada dalam 'ketenggelaman'. Sungguh, kuhargai nasehatnya.

Dia ingin aku menjadi kuat agar tak selalu tenggelam. 

Namun, ketahuilah . Banyak sekali kata yang ingin kutanyakan untuknya. Tentang bagaimana bisa aku keluar dari “ketenggelaman” ku ini ketika tak ada lagi satupun kapal ataupun ikan yang akan membantuku naik ke permukaan. Bagaimana caranya? Sedangkan aku sudah kehabisan oksigen dan hanya bisa bersembunyi di balik karang. Kedinginan dan menggigil. Pernah kucoba untuk keluar SENDIRI dari karang. Tapi, sial. Ada ikan hiu yang senantiasa berjaga di sekitar karang.

Maukah dia membantuku keluar dari ketenggelaman ini?

            Teruntuk dia, selamat tinggal. Entah haruskah aku berkata ‘sampai bertemu lagi‘ atau tidak. Apakah diriku masih sanggup temuinya yang bersama gadis lain? Hanya waktu yang dapat menjawabnya. Apakah aku berakhir dengan dia. Atau aku akan mendapatkan jodoh lain yang tak kusangka-sangka.

2 years i can't stop loving you. And now, i just want to say that until the end i can't forget you.

            Dari yang tak ingin dikenal,
Aku

            Aku bukan sosok yang melankonis atau cengeng.
            Aku hanya ingin mengutarakan perasaanku.
            Itu saja.



Saturday, May 4, 2019

Happy Graduate!


Masa Taman Kanak-kanak telah lama terlampaui...
Putih Merah berlalu...
Putih Biru melekat di ingatan...
Kini, Putih Abu-abu segera usai...

Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Maknai kata itu. Manusia lalu lalang datang dan pergi dalam hidup kita. Setiap hari hidup kita diisi dengan datang pergi.

Berangkat, Pulang. Menghirup nafas, Menghembuskan nafas. Lahir, Mati. Buka, Tutup.

Makna datang dan pergi sering terjadi di sekitar kita. Namun, kita tidak terlalu mempedulikannya.

Menangis sejenak tak apa. Itu manusiawi sekali. Tapi ingatlah transisi kelanjutan semua ini.

Kita harus kembali berangkat. Menghirup nafas lagi. Lahir kembali. Membuka jalan lagi.

Life still rotate. Don't sad saatnya buka lembaran baru.

HAPPY GRADUATE.

Friday, April 19, 2019

Bapak dan Ibu


          
Hari ini aku ingin membahas mengenai hubungan anak dan kedua orangtua. Ketika membahas mengenai orangtua, aku tahu kita datang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Orangtua kita semua berbeda. (iya tahu, maksudnya sifat orangtua kita yang beda). Kelengkapan orangtua kita pun berbeda. Orangtua yang mengurus kita berbeda. Kali ini, aku akan menceritakan sedikit mengenai keluargaku. Dulu, ketika membahas tentang orangtua, aku selalu minder. Aku ngerasa menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan orangtua adalah hal tabu. Bahkan aku menganggap kalau orangtua  adalah aib. (Durhaka sih, dulu itu).

Misalnya, Ketika aku dapat  pertanyaan “Memangnya ayahmu dimana?” Sungguh, rasanya ingin aku berlari ketika dikasih pertanyaan itu. Kenapa harus lari? Ya alasannya adalah karena aku malu. Karena jawaban jujurnya adalah Ayah dan Ibuku sudah bercerai ketika aku masih berada dalam kandungan. Kalau sudah ditanya, "Ayahmu dimana?" Biasanya aku hanya akan menjawab, “Ayah dan Ibuku udah cerai.” Setelah aku menjawab begitu, biasanya suasana teman-teman jadi berubah seakan-akan dia baru saja bertanya "Kapan kamu mati?" dan aku menjawab, "Mungkin besok". Sedari mulai aku SD, SMP, bahkan sampai sekarang, aku selalu menghindari pertanyaan tentang Ayah.

Karena aku adalah anak yatim (Bapakku masih hidup, sih. Tapi aku nggak pernah ketemu lagi semenjak aku kelas 2 SD), aku merasa menjadi minoritas di kelas. Maksudku adalah, berapa persen sih orangtua di kelas kalian yang sudah bercerai? Bahkan aku sering merasa lebih baik ketika menjawab kalau bapakku udah beneran meninggal. Maka, tidak ada lagi pertanyaan berikutnya. Masak iya mereka akan bertanya, “Kenapa Bapak lo meninggal?” Nggak mungkin, kan. Karena kita semua tahu meninggal itu adalah suatu takdir. Jadi, nggak akan ada rasa aneh ketika jawabannya begitu. Nah, kalau masalah perceraian? 
Ya, itulah salah satu alasan kenapa aku merasa pertanyaan tentang orangtua adalah aib.

Selama 17 tahun aku hidup, aku hanya tinggal bersama nenek dan ibuku. Lagi-lagi ini menjadi pertanyaan yang aneh gitu. Tiga cewek tinggal satu rumah tanpa sosok laki-laki? SERIUSAN? Dulu, aku selalu ngerasa itu adalah aib juga. Nggak tahu, ya. Karena di mataku, keluarga yang ‘normal’ itu adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan  Anak.  Pun, aku kecil selalu menginginkan keberadaan figur laki-laki dalam keluarga. Stigma dari lingkungan dan apa yang ku lihat sejak kecil adalah suatu hal yang benar-benar tertanam dalam mainsetku. Seakan-akan ketika aku bercerita kalau keluarga gue yang hanya beranggotakan Nenek dan Ibu, keluarga gue adalah keluarga paling aneh di muka bumi ini. Society kita yang bikin gue berpikiran begitu. Mana pernah ada yang ngerasa bersimpatik sama keluarga ku? Atau seenggaknya menghargai keluarga gue yang notabene-nya terdiri dari para perempuan. Mana ada?

Tapi, sekarang gue menyesali itu. Gue menyesali sikap gue yang mengutuk keluarga gue. I mean, seharusnya dari dulu gue selalu membanggakan keluarga gue. Ini hlo.... tiga wonder woman yang sanggup hidup tanpa figur cowok. Inilah kami. Hei! Cewek nggak selemah yang dikira. Buktinya, gue dan keluarga kecil gue mampu hidup tanpa kekurangan. Meski pertengkaran hebat sering terjadi, kami tetap selalu bertiga.



Disini, aku ingin mengakui sesuatu. Aku bener-bener menyesal atas perlakuan-perlakuan buruk yang kurang sopan ke Almh. Nenek. (Iya, hari ini aku tinggal berdua saja sama Ibu. Tanpa superhero kami).

Aku yang sedari kecil terlatih hidup dimanja, disayang-sayang, tidak diajarkan berusaha, aku sering merajuk ketika keinginanku tidak diwujudkan. Aku pernah membentak Nenek dan Ibu, karena mereka sering bertengkar. Aku yang hampir setiap hari menyalahkan nasib. Rasanya Tuhan nggak adil.

Hari ini, Nenekku telah tiada. Meskipun maaf sudah terucap, aku selalu ngerasa jadi cucu yang tidak baik. Aku masih sering ngerasa bersalah. Aku tidak menyadari, Nenek bergulat dengan penyakitnya diam-diam. Nenek berjuang gila-gilaan untukku.

Lalu, apa yang sudah ku lakukan? Aku hanya menyalahkan takdir, menyalahkan Tuhan atas apa yang telah terjadi dalam hidup. Dan itu adalah hal yang amat sangat salah. Mungkin ketika kalian baca ini kalian akan punya pemikiran, “Kok kamu buka aib keluarga, sih? Ini nggak pantes diceritain.”

            Nggak.

Mulai hari ini aku nggak akan menutupi lagi apa-apa tentang keluargaku. Aku hanya tinggal bersama Ibu. Ayahku udah bercerai sama Ibu. Dan aku pernah punya satu superhero dalam hidup. Yaitu Almh. Nenekku. Keluarga bagiku udah bukan aib lagi. Tapi, dengan bercerita sejujur-jujurnya tentang keluargaku bukan berarti aku ingin dikasihani. Enggak. Aku benci dikasihani. 

Dengan bercerita sejujur-jujurnya tentang keluargaku, berarti aku sudah berdamai dengan masa lalu. Ini berarti aku sudah ikhlas menerima apa yang terjadi di hidupku dan mensyukuri nikmat yang sudah Tuhan berikan beserta hikmahnya. Aku baru sadar, aku istimewa. Seenggaknya bagi diriku sendiri. Nggak semua orang bisa bertahan dengan keluarga yang berantakan.
Tapi alhamdulillah, dengan percaya sama Tuhan, apapun bisa terlewati dengan baik.
           
Pesanku ke kalian semua yang keluarganya bermasalah adalah seburuk apapun sikap orangtua, bagaimanapun orangtua bersikap, mereka tetap orangtua kalian. Cuy, kalau misalkan kamu ngerasa orangtua kamu salah, kamu ngerasa keluargamu salah, bukan berarti kamu harus menyalahkan orangtuamu, bukan berarti kamu harus lari dari orangtuamu, apalagi menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi sama keluarga kamu.

Kamu. Harus. Mengubah. Diri.

Aku tidak seagamis pemuka agama. Aku masih belajar dan struggle untuk keluar dari masalah. Kita sama. Lalu, kenapa aku nyuruh kamu yang mengubah diri? Apakah ini semua salah kamu? Salah kamu dilahirkan di dunia? Nggak. Ini memang bukan salahmu. Tapi, ketahuilah, ketika kamu selalu menyalahkan orangtuamu, semuanya nggak akan berubah. Terlebih kalo kamu menyalahkan Tuhan. ITU SALAH BESAR.

Hati orangtuamu, bukan kamu yang pegang. Ego orangtuamu bukan kamu juga yang pegang. Pandangan negatif orang lain bukan kamu yang pegang. Tapi, kamulah yang memegang takdir. Bukan, kamu bukan Tuhan. Maksudku adalah, perbaikilah segalanya mulai dari diri sendiri. Bersihkan hati kamu dari sikap selalu menyalahkan sesuatu.

Berdamailah sama diri lo sendiri.

Dulu, almh. Nenekku adalah orang yang gila harta. Beliau selalu memikirkan gimana, gimana, gimana besok kalau tidak ada lagi harta. Aku selalu dituntut untuk pelit. Nggak peduli sama orang lain. Dan sebenernya itu bukan aku banget, meski sifat itu hari ini malah jadi mengakar dalam diriku. Dulu, aku seringkali menentang beliau. Beliau bicara keras, aku balas lebih keras. Beliau mengumpat, aku bales cacian. Nggak berhasil.

Beliau seringkali memarahiku. Gara-gara hal sepele. Sampai akhirnya aku capek, aku memilih diem aja. Tapi dengan diamnya diriku, beliau merasa begitu menang. Berkuasa dalam keluarga. Dan itu sangat tidak baik. Aku tiap hari bingung mikirin cara apa, gimana supaya keluarga kami tidak bercerai-berai. 

Aku merubah sikap. Aku melunak. Aku sadar, amarah nggak bisa dibalas amarah. Aku sadar, amarah yang membumbung juga nggak bisa dibiarkan terlalu lama. Maka, hari itu aku merubah diri. Aku menuruti apa yang beliau katakan selama itu baik, dan aku mencoba menasehati ketika apa yang beliau minta melenceng dari perintah Tuhan. Kadang beliau tidak terima dengan kata-kataku. Tapi, aku tetap mencoba memberi tahu. Meski kadang kala masih kuselingi emosi, tapi lama kelamaan aku mencoba berbicara selemah dan selembut mungkin sampai beliau menyadari kalau aku berubah.

Dan hari itu.

Beliau sakit. Sakit untuk terakhir kali. Perasaanku campur aduk. Sedih. Sedih karena aku udah punya firasat. Tapi hatiku menghangat. Karena untuk pertama kalinya beliau mau mendengarkan nasehatku. Untuk pertama kalinya dia mau kembali lagi menjalani perintah Tuhan. Dan pertama kali itu menjadi yang terakhir kali juga karena Tuhan lebih sayang sama beliau. Aku belum pernah menceritakan ini ke siapapun. Karena butuh waktu untuk menyadari apa saja perubahan yang ada waktu itu. Waktu dimana aku takut kehilangan.

Tapi bersyukurlah aku. Hari ini, dengan menulis aku jadi ingat semuanya. Kepingan memori berurutan ketika menulis. Aku yang punya sakit ingatan jangka pendek, seenggaknya bisa ingat perasaan dan perubahan hari itu. Perubahan sikap beliau yang 'bertaubat' sebelum ajal. Yang aku baru sadari. Dan untuk mengingat lagi hari ini, hatiku perih sekaligus lega. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Tuhan. Aamiin.

Percayalah, kunci dari semua ini adalah hubungan dirimu sama Tuhan. Yakin deh, kalau kamu punya hubungan baik dengan Tuhan, segalanya akan ikut membaik. Karena ketika kamu sendirian, kamu itu bukan siapa-siapa. Tapi, ketika kamu bersama Tuhan, kamu berarti segalanya.

Berdamailah sama diri kamu sendiri.


Lihat takdir yang ada di genggaman.
Maukah kamu berdamai dengan diri sendiri?
Perlukah kamu berubah menjadi pribadi yang lebih baik? Kamu pilih mana?
Hidup lebih baik atau hidup lebih buruk?

Tanya hatimu.

           

Kebisingan dalam Sunyi

 Halloha Journey! Sudah lama tidak curhat di sini. Jadi, langsung ingin curhat saja. Jadi, beberapa hari ini aku lagi suka nonton Jurnalrisa...