Saturday, June 1, 2019

Ibu dalam Kacamataku

Pada malam yang hening ini, ditemani Mocca, kucingku dan juga segelas air putih. Aku ingin bercerita lagi. Kali ini aku akan menceritakan mengenai seseorang yang begitu ku cintai dan ku sayangi.







Ibu.


Aku ingin tahu, bagaimana kalian mendeskripsikan Ibu kalian? 
Apakah pintar memasak?
Pekerja keras?
Pintar menjahit? 
Penuh kasih sayang?
Pengelola uang yang baik?
Superhero?

Bagiku, Ibuku sangat istimewa. 
Tahukah kamu? Menceritakan tentang Ibuku lebih menguras emosi dibandingkan aku menceritakan hal lain. Karena Ibuku tidak seperti Ibu-Ibu yang lain. Ibuku berbeda. Ibuku Istimewa.

Untuk mendeskripsikan ibu, aku hanya bisa bilang kalau Ibuku itu...
Lebih suka membicarakan kucing daripada si tetangga ini beli kulkas dua pintu.
Ibu lebih suka melihat film kartun daripada menonton acara berita.
Ibuku lebih suka menyentuh snack bisvit selimut daripada menyentuh peralatan rumah tangga.
Ibuku lebih suka membeli banyak makanan ringan daripada peduli kelengkapan bumbu dapur di rumah masih atau tidak

Banyak orang yang memandang rendah Ibuku. Banyak sekali orang yang meremehkan, mencemooh, dan menganggap Ibuku aneh. Aku mengetahui itu semua. Bahkan dulu, Almh. Nenekku pun begitu. Namun, ia tidak pernah benar-benar membencinya. Buktinya, pesan beliau yang terakhir adalah "Nduk, kamu harus menempati rumah ini berdua sama ibumu. Yang rukun. Jaga Ibumu." 

Bahkan di ujung nafasnya, beliau yang sering memarahi Ibu, malah menyuruhku menjaga Ibuku.

Dulu, aku pun meremehkan Ibu. Aku sering marah kalau Ibuku tertawa dan bermain bersama anak-anak kecil di desaku. Aku pernah marah melihat Ibuku pergi ke sungai mencari ikan bersama anak-anak kecil. Aku pernah marah ketika tahu Ibu membeli barang-barang mainan yang tak berguna. 

Namun, kali ini aku sadar. Memang ada yang berbeda dalam jiwa dan psikis beliau. Tidak. Tunggu. Jangan pernah menganggap beliau aneh. Jangan pernah memandang beliau remeh. 

Setidaknya..

Ibuku tak pernah menyakiti hati orang lain. Ibuku tak pernah berkata kasar pada orang lain. Ibuku tak pernah tega berkata "tidak" ketika ada orang lain yang meminta tolong padanya. 

Dulu, ketika pertama kali aku sadar kalau Ibuku berbeda... Aku marah. Entah marah pada Ibu, marah pada takdir, bahkan juga lagi-lagi aku marah dengan Tuhan. Mengapa aku tidak boleh merasakan apa yang namanya 'normal' dalam sekejap saja? Mengapa aku harus lagi, lagi dan lagi mengalami hal abnormal yang tidak dialami oleh orang-orang di sekitarku?

Namun, apa kau tahu? Semarah apapun aku kepada sifat istimewa Ibuku...
Aku juga merasakan sakit ketika orang lain banyak yang membicarakan Ibu di belakangku.
Tentang keanehan Ibuku. Mereka hanya membicarakan Ibu tanpa ingin tahu apa dan kenapa Ibu menjadi seperti itu. Mereka hanya melihat apa yang terlihat di luaran saja. Mereka tidak pernah mau tahu dan tidak mau peduli bagaimana perasaan ku sebagai ANAKNYA ketika mendengar Ibuku dikatai "Bodoh" dan "Aneh".

"Makanan tinggal dibawa, kok bodoh banget, sih?!"
"Cara ngulek sambel tuh nggak gitu, Bodoh!"
"Masak sayur gitu aja nggak bisa! Bodoh kamu!"

Bayangkan, ada orang yang berkata seperti itu kepada Ibumu, 
DI DEPAN KAMU, ANAKNYA!

I know that my mom is different. My mom is special. But, you can't treat my mom as you wish. 
My mom has her own world. And don't bother her.

Aku sungguh sakit hati! Aku sudah susah payah melakukan penerimaan. Susah payah mencintai Ibu dengan segala sifat istimewa yang ia punya. Meruntuhkan rasa malu agar berubah menjadi rasa bangga karena mempunyai Ibu yang cintanya tulus untukku. 

Lalu dengan mudahnya mereka mengatai Ibuku "Aneh" di depan ku?!

Hati anak mana yang tega mendengar kata tersebut ditujukan kepada IBUNYA?

Rasa dalam jiwa, ingin sekali aku sebagai anaknya membalas berkata kasar pada orang-orang itu. Ingin sekali aku memukuli mereka yang berkata seenaknya tentang Ibu. Ingin aku membela Ibu. Penerimaan yang kulakukan sudah susah payah, dan mereka dengan beraninya menilai ibuku seenaknya?! Maka, aku hanya diam. Membiarkan mereka berkata sesuka hati. Biarkan Tuhan yang membalas.

Setelah aku dan Ibuku tinggal berdua, Ibu berubah. Ia mulai seperti Ibu-Ibu lainnya di mataku. Ia menyiapkan sarapan untukku. Mencuci bajuku. Menyapu rumah. 

Ia sudah berusaha keras menjadi pengganti almh. Nenek.

Dan menurut kacamataku...
Ibu berhasil menjadi Ibu yang baik untukku. Ia juga menjadi Ayah pelindung bagiku. Menjadi Kakak pendengar yang baik untukku. Bahkan, ia menjadi Adik yang siap kujahili kala merasa bosan.

 DAN AKU BANGGA MENJADI ANAK IBU.

Aku tahu kalau ada yang tidak sengaja berkata kalau, "Ma, kok Ibumu agak aneh, ya?" Tidak apa-apa. Aku lebih dari sekedar mengerti. Aku tak marah. Karena kau baru pertama kali bertemu Ibuku dan aku tak bisa menyangkal kalau apa yang kau katakan memang benar. Tebakanmu tentang Ibuku tidak salah. Memang seperti itu adanya.

Yang kuharapkan adalah, setelah kau tahu bagaimana Ibuku, ku mohon bersikaplah biasa saja. Bicaralah pada Ibu tentangku saja. Ia lebih banyak tahu tentangku dan lebih bersemangat ketika menceritakanku. Atau bicaralah tentang kucing di rumah kami. Ibuku akan sangat antusias menjawabnya. 

Anggaplah Ibuku sebagai teman. Jagalah perasaanku, sebagai anaknya. Dan yang terpenting adalah hargai Ibuku.  

Kalau dipikir-pikir lagi, aku ini terlalu keras pada orang-orang yang sering membicarakan Ibu.
Haha.. Bahkan Ibu tak pernah peduli pada omongan orang. Ibu tak pernah memperlihatkan rasa tidak sukanya. Tidak sepertiku.

Aku selalu salut dengan Ibu yang selalu merasa baik-baik saja dan tidak apa-apa di balik ini semua. Karena aku tahu, Ibu sangat berusaha agar aku tak terpuruk setelah aku kehilangan Nenek. Ibu adalah wonderwoman kedua dalam hidupku. Tak akan pernah kubiarkan orang lain mencemoohnya.

Mengatainya 'Bodoh', 'Aneh', ataupun lainnya.

 Tidak. Aku tak pernah malu mengakui Ibu yang mempunyai sifat istimewa. Meskipun aku tahu, masyarakat di lingkunganku pasti semua sudah pernah membicarakan Ibu, tapi tak apa.

Bukankah sudah kebiasaan kita sebagai manusia untuk melihat apa yang ada di luar saja? Tanpa mau bertanya.

Iya, iya.

 Pasti kamu mau bilang, "Kami kan nggak akan pernah tahu seperti apa perasaanmu kalau kau tidak memberi tahu kami."
Iya, itu juga dilema. Karena tak mungkin juga setiap hari aku harus menebarkan keresahan ku pada semua orang yang belum mengenalku dan belum mengetahui tentangku.
 Jadi, aku menulis.

Entah siapapun yang membaca dan paham, aku tetap bersyukur untuk itu. Setidaknya ada 1 atau 2 orang yang paham dengan apa yang ku rasakan. Itu cukup.

Tentang Ibu, aku bangga pada perubahannya.

Aku mencintainya. Selalu.







Kebisingan dalam Sunyi

 Halloha Journey! Sudah lama tidak curhat di sini. Jadi, langsung ingin curhat saja. Jadi, beberapa hari ini aku lagi suka nonton Jurnalrisa...