Sunday, February 4, 2024

Kebisingan dalam Sunyi

 Halloha Journey!


Sudah lama tidak curhat di sini. Jadi, langsung ingin curhat saja.

Jadi, beberapa hari ini aku lagi suka nonton Jurnalrisa lagi. Sebenernya nggak mau mengaitkan apa yang terjadi pada diriku pada hal tersebut tapi mau tidak mau timeline terjadinya sama. 

Pokoknya, di suatu malam, aku tidur dengan mendengarkan lantunan ayat suci dari handphoneku. Lalu, pada keesokan harinya aku merasakan kakiku kesemutan dan sakit. Sampai hari ini. Terhitung sudah lima hari kakiku terasa dingin dan kesemutan seperti darah tidak mengalir dengan benar. Pada hari keempatnya aku menstruasi :(

Juga kepalaku yang entah kenapa seperti berat sekali rasanya.

Nggak enak banget pokoknya.

Semoga segera sembuh diriku :(

Tuesday, July 18, 2023

Ketakutan

 

Selasa, 18 Juli 2023

Hari dimana aku dan ibuku hanya di rumah saja. Sudah terhitung hampir 2 tahun sejak aku keluar dari pekerjaanku sebagai admin online shop dan aku masih belum berniat untuk mencari pekerjaan, begitu pula ibuku. Entah apa yang membuat kami berdua jadi begitu takut untuk mencari pekerjaan.

Sungguh bukan seperti ibuku yang biasanya. Aku juga bahkan tidak mengerti kepada diriku sendiri yang tidak jelas seperti ini.

Tentu saja aku tau kalau aku tidak seharusnya berlama lama menunda mencari pekerjaan dan harus keluar dari zona nyaman ini. Tapi, bahkan aku sangat bingung mengapa diriku menjadi seperti ini.

Kurasa semua bermula dari saat wabah CORONA menyerang.Walaupun sebenarnya setelah dipikirkan lagi, sebenarnya tidak ada yang benar-benar terenggut dari wabah tersebut.

Maksutku, bahkan aku masih bersama ibuku. Aku sudah kehilangan nenekku sebelum ada wabah ini, jadi aku tidak seperti keluarga lain yang mungkin shock disaat keluarga mereka meninggal sebab wabah tersebut. Ku rasa jika situasinya aku kehilangan nenekku dengan cara beliau terkena wabah tersebut, mungkin bahkan aku sendiri sudah pasti ikut pergi saking takutnya aku pada situasi wabah kemarin.

Aku juga bahkan tak di PHK ataupun kehilangan pekerjaan saat itu. Aku tetap berangkat bekerja setiap harinya seperti biasanya walaupun tentu saja jadi harus mematuhi protokol kesehatan yang ada karena wabah tersebut. Lalu, apa yang sebenarnya membuatku takut saat itu?

Aku jadi ingat momen dimana aku sedang menonton televisi dan juga tengah melihat sosial media di kala setelah pulang dari bekerja. Aku ingat sedang meminum minuman yang mengandung vitamin C dengan rasa yang begitu kecut. Saat aku sedang scrolling, aku melihat keadaan di supermarket yang tengah kacau balau sebab para pembeli di sana berlomba-lomba untuk membeli minuman susu Bear Brand yang konon katanya dapat menjadi antibodi yang ampuh dari virus saat itu.

Mereka berebut bahkan sampai ada yang terjatuh saking takutnya tidak kebagian minuman susu tersebut. Setelah melihat video itu, entah mengapa ada rasa takut yang menjalar dari dalam diriku. Dengan perasaan yang begitu gugup, aku meminum lagi minuman rasa jerukku tadi berharap rasa gugup yang kurasakan akan menghilang. Namun, alih-alih rasa gugup menghilang, justru yang terjadi malah kegugupan itu semakin nyata kurasakan didadaku dengan jantung yang begitu berdebar, cepat, menyesakkan.

Kedua tanganku tiba-tiba seperti diarungi aliran listrik dari arah dadaku menuju ujung jari-jariku. Kegugupan tersebut membuatku berjalan menuju keluar rumah dan merasa panik karena entah apa. Yang jelas yang ada di kepalaku saat itu hanyalah aku takut. Takut mati.

 

Thursday, March 3, 2022

Masa Piyik Nanda

Halloha Journey!


Pada kesempatan kali ini, seperti biasa saya akan cuap cuap gak jelas. Namun, kali ini saya ingin membicarakan tentang diri saya sendiri. Iya dong masak mau gibahin orang lain? Aku cuma ingin flashback gitu ceritanya tentang diriku sendiri. Syukur kalau ada yang baca. Oke, lets goooooo...

Siapakah saya ini?

Tentu saja kalau disuruh menilai diri sendiri jadi kayak sudut pandangnya gak objektif ya? Tapi i just wanna share about what i feel aja gitu ceritanya. 

Aku, seorang gadis yang menginjak usia 21 tahun Desember kemarin. Lahir di keluarga yang amat sederhana, (bahkan) dengan jumlah keluarga inti yang hanya 3 orang. My almh. Grandma, Mom, and me. Yap dan sekarang aku hanya tinggal bersama Ibu saya.

Aku kecil dulu seperti apa ya?

Dari aku masih kecil, menurut diriku yang sekarang dan tentu saja dari apa yang terjadi, aku memang dari kecil adalah anak yang pendiam. Aku masih ingat aku kecil jarang pergi keluar bermain bersama teman sebayaku. Aku lebih sering menghabiskan waktu bersama Nenekku di rumah karena Ibuku bekerja dan selalu pulang ketika senja menyapa. Pokoknya aku kecil kemana-mana juga selalu sama Nenek (aku memanggil beliau Mbok). Dulu ketika aku kecil, Nenekku juga masih sering pergi ke rumah temannya dan selalu membawaku bersamanya. Aku selalu dibonceng Nenek kemanapun beliau pergi, naik sepeda ontel. Sungguh, aku rindu masa-masa itu. Kalau cuaca sedang panas-panasnya, beliau mengayuh sepeda dengan agak kencang dan akan berjalan pelan-pelan ketika menemui bayangan pohon agar kami berdua merasa sejuk. I miss that moment.

Sedari aku lahir, nampaknya aku memang hanya dekat dengan Nenek. Setiap membuka mata pertama kali yang aku lihat adalah beliau dan beranjak tidur pun aku berada di samping beliau. Ibu bekerja, jadi aku jarang menghabiskan waktu bersamanya. Karena itulah, mungkin aku menjadi ketergantungan pada Nenek. I never talk to someone else except her.
Pernah suatu ketika beliau pergi (entah kemana). Di dalam ingatanku, aku masih kecil dan belum bersekolah. She leaves me alone. Aku dikunci di dalam rumah sendirian. Thats traumatic karena aku bener-bener ditinggal sendirian. Entah kenapa memori itu lumayan menetap sampai hari ini. Aku masih amat kecil saat itu, aku masih polos tapi rasanya waktu itu di otak dan perasaanku, seakan-akan Nenek ninggalin aku pergi dan nggak akan balik gitu loh. 
Ya walaupun kayaknya mungkin beliau sebelum pergi pasti bilang, "tunggu sebentar ya, nanti Mbok e bakal segera pulang." Tapi bahkan saat itu aku belum mengerti apa itu maksudnya pulang dan kenapa aku ditinggal pergi?
I cried a lot at that time. Ya karena di dalam rumah agak gelap dan sesak gitu kan kalau sendirian. Pokoknya nangis terus sambil mikir kalau aku beneran ditinggal sendirian. Mungkin dari situ salah satu alasan mengapa aku takut gelap.

Of course My Grandma comeback.

Tapi aku sudah terlanjur nangis dan waktu itu kayak campur aduk banget, takutnya tuh bener-bener takut. Ba. Nget. Aku nggak inget gimana rasanya setelah ngeliat beliau pulang. Harusnya pasti lega, tapi entah kenapa jadi takut. Aku juga heran kenapa waktu itu nggak dititipin ke tetangga aja atau gimana. Dan kenapa nggak dibawa aja kayak biasanya. 
Bodohnya aku juga. Aku baru mempertanyakan pertanyaan ini setelah beliau sudah nggak ada. 

Tapi setelah itu, terkadang aku dititipin gitu ke tetangga ketika Nenekku pergi. Tapi lagi-lagi, aku ga bisa tenang kalau ga sama Nenekku. Itulah kenapa kayaknya aku jadi ketergantungan tapi di sisi lain agak benci juga kenapa ditinggal. I was a child back then. Please understand me.

Layaknya anak kecil pada umumnya, walaupun pendiam sekali, tapi terkadang aku juga merasa aku bisa begitu riang. Dan ini kebiasaan anehku sewaktu kecil,



Aku sering ngomong sendiri.



Dari kecil, karena aku jarang banget bisa main keluar, aku jadi sering main sendiri dan terkadang aku ngomong sendiri. Katanya sih kalau masih kecil gitu punya teman imajinasi/khayalan gitu ya? Tapi aku selalu sadar kok kalau aku itu beneran ngomong sama diri aku sendiri, tapi seolah-olah aku tu lagi punya teman. Pas lagi main gitu kayak, "ini dikasih sepatu nggak?" Trus aku jawab sendiri gitu, "nggak usah ya, aku cekeran aja." 
Wkwkwkwk. Kek orang stress kah aku?
Itu berlangsung sampai aku SD gitu. Nenekku tuh kalau lagi di dapur gitu sering tiba-tiba nyamperin aku yang lagi main sendirian di ruang tamu terus nanya,
"Main sama siapa Nduk?" (Kadang sih out of no where emang ada aja anak tetangga masuk ke rumah seenak jidat. Makanya beliau mastiin aja) tapi karena aku memang lagi sendirian, ya aku jujur "Sendirian Mbok. Hehehe. Lha kenapa?"
Beliau pasti dengan wajah bingung (atau takut kali ya? Kok cucuku stress?) terus menjawab, "Gakpapa. Kok kayak rame."

Emang bakat monolog tuh dari kecil tertanam karena efek dari main sendirian terus semasa kecil. Kalian kasihan nggak si? Wkwkwkwk. Tapi,

Apakah aku kesepian?

Hmmmm.... Kesepian nggak ya? Sebenernya aku nggak selalu main sendiri terus juga. Kadang ada tetangga yang ngajak main. 
Tapi emang lebih sering sendiri aja karena aku nggak dibolehin keluar. 
Kayaknya dalam lubuk hati paling dalam aku ngerasa kesepian deh, tapi aku juga nggakpapa gitu loh. Masalahnya udah terbiasa main sendirian. Jadi? Ya sepi emang tapi udah biasa.



Sambung di pertemuan berikutnya ya!
See ya!

Tuesday, January 25, 2022

Layangan Putus dan Aku

Halloha Journey!

Aku kembali mencoba mengetik setelah sekian lama, karena rasa-rasanya akun blogku sudah mulai dihuni sarang laba-laba lagi, xixixi. Di bulan Januari ini sepertinya aku sudah mendapat asupan dari banyak tontonan, entah itu series, film, film pendek, bahkan  juga drakor. 

Aku adalah tipe orang yang lebih suka nonton maraton sebenarnya, alias nunggu drakor atau seriesnya sudah tamat, aku baru nonton. Namun, entah kenapa aku sangat antusias kali ini mengikuti satu series dari Indonesia yang berjudul Layangan Putus. Pertama kali aku tahu tentang series ini dari Tiktok (siapa yang sama?) Mungkin kalian pasti ada juga yang sudah menyaksikan series ini sampai selesai. Kebetulan aku menulis ini memang series tersebut sudah tamat.

 Layangan Putus update setiap hari Jumat dan Sabtu, dan sekarang sudah tamat di episode 10B. Aku baru saja nonton episode 10A dan 10B hari ini, padahal episode itu sudah diupload seminggu yang lalu. Kali ini aku bukan ingin mereview tentang Layangan Putusnya karena aku nggak pandai membuat ulasan seperti itu. Aku hanya ingin mencoba mencurahkan apa yang aku rasakan setelah menonton sesuatu seperti yang aku rasakan sekarang ini. Setelah nonton episode terakhir ini sih aku nangis, huhuhu. Entah kenapa sangat emosional sekali diriku ini. 

Mmmm.. aku sih dari pertengahan episode sudah menjadi tim Kinanceraiaja karena kayak greget gitu kalau sampai Kinan malah mengizinkan Mas Aris menikah lagi. Dan aku sangat lega Kinan berani untuk memutuskan bercerai dengan suaminya (sori buat yang belum nonton, jadi spoiler deh). Aku pernah baca kalau misalkan Layangan Putus ini juga ada novelnya, tapi aku sama sekali belum pernah baca novelnya sih jadi aku nggak tahu apakah di novel dan di series jalan ceritanya memang sama. Dan setahuku ini kisah nyata ya?

Btw, Aku kagum sekali dengan karakter Kinan yang begitu kuat bahkan begitu tenang ketika berhadapan dan berbicara dengan Lydia (selingkuhan Aris), kalau aku jadi Kinan sih nggak mungkin bisa bicara setenang itu, yang ada malah emosi jiwa. Tapi sangat salut karena Kinan berani melepaskan suaminya, yaitu Aris. Aku tahu betul tak ada pernikahan yang selalu baik-baik saja, dan setelah menonton series ini, ada banyak pelajaran yang kudapatkan. Salah satunya adalah tentang memikirkan matang-matang keputusan yang harus kita ambil, karena terkadang, keputusan ini tak hanya berdampak bagi diri sendiri, tapi juga orang-orang terdekat dan orang-orang yang kita sayangi. Dan masih banyak lagi.

Dialog/kalimat yang paling kuingat sepanjang series ini adalah ketika Raya (anak Mas Aris dan Kinan) menuliskan surat kepada Ayahnya (Aris) yang saat itu Raya sedang dibawa menginap ke apartemen Lydia bersama Mas Aris. Its sound crazy, isn’t it? How you can bring your daughter ke tempat selingkuhan lu? Why mas Aris, WHY?! Di dalam surat itu aku agak lupa isinya apa. Tapi seingatku Raya ada bilang ia tetap sayang pada Ayahnya. Dan kalimat yang paling menyakitkan di surat itu menurutku adalah,

"When you hurt Mamim, you hurt me too"

          I know your feeling, Raya😭. As a kids yang tumbuh di keluarga broken home, i understand.

                Layangan Putus keren sih dilihat dari banyak banget yang antusias dengan series ini. Salah satu hal menarik buatku adalah panggilan si Mamim untuk Kinan, dan panggilan Papip untuk Aris. Unik aja gitu. Kan biasanya Mama Papa, tapi ini malah Mamim dan Papip. Mungkin setelah series ini, jadi banyak yang ganti nama panggilan ke suaminya jadi Papip juga? hehehe....

  Oke, menurutku adegan yang viral sih pas Aris kepergok sama Kinan sehabis liburan di Cappadocia. Siapa pecinta series ini yang gak hafal sama dialog itu? Hehe.. aku hanya hafal sepenggalan aja sih.

          “Kamu bawa dia ke Cappadocia ke IT’S MY DREAM MAS. NOT HER. IT’S MY DREAM!”

                “Kamu beliin dia penthouse seharga 50 M?! ITS A FUCKING PENTHOUSE!!!

Hafal karena fyp terus di Tiktok, dan pas nonton yang episode ini sih aku memang yakin bakal viral. Tapi lucunya bahkan ada yang bikin dancenya di Tiktok dengan dialog itu. Sungguh warga +62 sangat kreatif sekali TT

Banyak yang greget sama Lydia atau Aris karena mereka selingkuh tapi entah kenapa aku nggak sesebel itu sama mereka. Oke aku ga sebel tapi dendam aja sama mereka, dudududu. Karena aku justru lebih sebel kalau Kinan masih mau menerima Aris. Oiya dan aku salut sama sahabatnya Kinan, Andre. Di cerita ini sahabat Kinan ada 3, 2 perempuan dan si Andre ini. Dia kayaknya masih cinta gitu sama Kinan tapi dia mengikhlaskan si Kinan untuk memilih menikah sama Aris. And he still love her. Meskipun Kinan udah memilih orang yang salah. Ayo Kinaaan, kamu sama Andre ajaaaa. #KinanAndre

Overall, series yang bagus. Tapi harusnya series ini untuk usia 18+ ya. Karena adek-adek yang baru puber nggak perlu tahu masalah pernikahannya Aris dan Kinan dulu. Oke? Awas kalau dilanggar. Oke deh segitu dulu ceritanya. Sudah cukup. Jari saya capek. See ya!

 Dan kata-kata di episode terakhir ini bagus sekali.

"Bagaimana bisa aku membencinya ketika ialah yang menyampaikan pelajaran paling berharga dalam hidupku. Pernikahan ini telah mengajariku bahwa kadang kita butuh kekuatan yang jauh lebih besar untuk melepaskan sesuatu ketimbang menggenggamnya erat-erat. Jadi, aku akan meneruskan pelajaran ini kepada Raya, tidak apa-apa jika sesekali kita harus kehilangan layangan kita. Tidak apa-apa jika sesekali impian kita diterbangkan oleh angin, karena satu-satunya yang harus kita genggam erat adalah diri kita sendiri."

Love and peace 🕊️


Pevita Pearce ✨

               

Monday, September 27, 2021

Puisi Santuy

 

Memaafkan


Ialah luka yang tersayat

Cinta yang terbata

Jarak waktu pemicu akibat

Mengungkung rasa yang terikat

Kita tak lagi sama

Aku yang terlebih dulu inginkan dia

Putuskan tuk pergi

Berkhianat di atas segala janji

Kau pandang aku seraya kecewa

Dibalik tembok rapuh antara kita

Maaf, cinta

Aku tak pernah merasa cukup

Aku yang berlindung dibalik maaf

Sama sekali tak buatku sadar

Sesal gerogoti jiwa

Tak mampu jaga rasa percaya

Maafkan egoku ini

Yang ingin dicinta oleh dua hati




Saturday, June 26, 2021

Dilema Kerudung

 Halloha Journey!


Di pertengahan tahun 2021 ini, aku ingin sedikit berbagi cerita tentang bagaimana awalnya aku memakai kerudung. Aku mulai memakai kerudung semenjak kelas 2 SMK. Which is sekarang sudah sekitar 3 tahun lebih, dimana saat pertama kali aku memakai kerudung, di saat itu juga aku memutuskan untuk berhijrah.

Aku lahir di keluarga yang memeluk agama Islam. If you not really knowing about me, aku dulu hanya tinggal bersama Nenek (almh) dan Ibuku saja. Jadi, dalam lingkup keluarga, hanya merekalah yang kujadikan cermin ketika melihat dan memutuskan sesuatu. Sebenarnya, Nenek dan Ibuku tidak terlalu "islami" sekali. Dan itulah, salah satu alasan yang membuatku bertanya-tanya. "Kalau tidak sepenuhnya menjalani syariat agama Islam, lalu kenapa harus Islam?" 

Masalahnya, Nenek dan Ibu bukanlah tipe orangtua yang akan memarahiku ketika aku tidak menjalankan ibadah sholat. Nenek dan Ibuku juga tak menyuruhku belajar mengaji seperti layaknya anak-anak kecil sebayaku pada saat itu. Bahkan, Nenek bilang padaku agar tak usah memaksakan berpuasa kalau memang tidak kuat (padahal aku masih kecil dan baru belajar, makanya aku waktu itu juga mengira puasa bukan hal penting). Itulah gambaran sedikit, bahwa sedari kecil aku dekat dengan Islam tapi tak "mengenalinya".

Aku sungguh jauh dari itu tapi aku juga nggak terlalu 'curious' sama agama aku sendiri. Even, aku sholat itu di saat aku masih kecil, dan itu pas lagi bulan Ramadhan. Ibuku berangkat ke masjid, dan kadang-kadang aku sering ikut beliau. Pas Taman Kanak-kanak, aku juga pernah ikut lomba sholat, sih. Tapi tentu saja aku mana paham kalau sholat itu memang bagian dari agamaku. Waktu dimana aku benar-benar tahu sholat adalah ketika aku menginjak kelas 2 SD. And the saddest thing is, i know about "Sholat" itu dari pelajaran Agama ketika di sekolah. Nenek dan Ibu nggak pernah literally mengajarkan apa dan bagaimana sholat kepadaku. Alhasil, aku belajar sendiri ketika aku sudah bisa baca tulis.

Islam yang ku tahu saat itu adalah agama semua orang yang sudah otomatis dianut sedari bayi. Even though kita akan agree kepada agama kita atau tidak, kukira semua orang memang terlahir sebagai muslim. Sampai saat dimana di sekolah, saat Sekolah Dasar juga, aku berteman dekat dengan kawanku yang beragama non muslim (I'm not really remember, tapi yang jelas agamanya Katolik atau Kristen). Dan saat masih kecil aku juga bertetangga dengan keluarga yang menganut agama Budha.

Dan sampai di mana ketika sekolah, aku mendapat materi di mapel PKN, kalau agama di negara kita itu ada 5. Dude, aku baru sadar kalau misalkan aku nggak sekolah gitu aku bakalan tahu dari mana, ya? *Uhuk. Okay.

I have an interesting question to all of you, guys. Aku itu ngerasa entah kenapa tiba-tiba banyak banget orang yang memutuskan memakai kerudung ketika waktu antara aku SMP dan mulai masuk SMK. Hingga sekarang. Ini sih kayaknya emang gara-gara unsur Islam tuh nggak terlalu kental di lingkunganku kali, ya? Lagipula aku sekolah kan juga di sekolah yang Negeri mulu, sih. Beda kali ceritanya kalau aku sekolah di tempat yang berbasis Islam.

But, in my memory, i remember that some of my mother's friend not wearing a veil when i was a child. And suddenly, antara aku SMK dan ketemu sebagian dari temen-temen kecilku, banyak dari mereka sekarang yang berhijab. Bahkan ibu mereka juga. Yang mana aku ingat dulu beliau tidak pakai kerudung, gitu. Ya nggak semua juga yang pakai kerudung. But, most of them. Soalnya kalau diinget-inget yang pakai kerudung cuma satu dua. Tapi tiba-tiba banyak yang pakai kerudung. Termasuk aku. Can you explain to me, why?

Aku sebelum hijrah, tentu saja melihat kerudung itu selayaknya fashion saja. Hanya aksesori dalam berpakaian, yang kalau lu nggak kepingin pakai, ya boleh. Karena literally, tetangga-tetanggaku, orang-orang yang dekat sekali denganku, mostly mereka itu memang Islam. Beliau-beliau ini baik sama semua orang. Menunaikan ibadah sholat juga. But, most of them not wearing a veil. Yang aku ingat, orang-orang pakai kerudung hanya ketika Idul Fitri :( that's why i'm not really knowing about hijab.

Sebenernya aku disaat itu tuh nggak nakal juga. Kalau inget sholat, ya sholat. Kalau lupa, ya namanya juga manusia. Aku juga mulai ngaji pas diajakin temenku. Hafalan Quranku terbilang cepat juga padahal nggak pernah diajarin pas di rumah. Ku kira Islam hanya seputar itu. Nenek dan Ibuku juga nggak pakai kerudung. Jadi kenapa aku harus pakai? 

Sebenarnya kalau bisa dibilang, aku memakai kerudung dengan sedikit tekanan. Nggak usah dijelaskan detail siapa saja yang menanyai aku soal kerudung di saat SMK itu. Ya, gimana ya? Aku dengan background agamaku yang seperti itu dan minim pengetahuan soal Islam. Terus temen-temenku yang di SMP nggak memakai kerudung, suddenly pada pakai kerudung, gitu. Ya, sih. Mungkin ini karena aku nggak pernah belajar tentang agamaku sendiri dengan baik. I realized that. Aku ingat sekali pada saat itu, ada beberapa yang nanya ke aku, "kapan pakai jilbab?". You should know, kalau kamu sedang berada dalam fase 'nggak tahu apa-apa' kayak aku, terus ditanyain begitu, pasti bingung.

Itulah awal mula dimana aku mulai mencari tahu tentang perintah memakai jilbab. Ya kalau bisa dibilang itu karena aku lama-lama risih ketika temenku pada pakai, sedangkan aku enggak. Akan tetapi, aku saat itu bener-bener nggak mau kalau aku pakai hanya karena terpaksa atau karena ditanyain mulu. 

Tibalah saat dimana aku mulai follow akun-akun dakwah. Dan entah begimane aku sering ketemu postingan yang isinya ajakan untuk memakai kerudung. Saat itu aku sudah tahu ternyata kerudung itu wajib bagi setiap muslim. Dan buanyak banget sindiran-sindiran yang menampar gitu untuk aku yang posisinya sudah baligh ini dan belum memakai kerudung. 

Dan suatu hari, aku baca sebuah postingan yang kurang lebih begini, "Satu langkah anak perempuan keluar dari rumah dan memperlihatkan helaian rambutnya (tidak berjilbab), maka selangkah pula ayahnya masuk ke nereka." And i was like, Ya bodo amatlah. Ayahku aja nggak berperan apa-apa dalam kehidupanku. Aku cuma tahu agamaku dengan belajar. Mana pernah dia membimbingku soal ini. Ayah nggak ngajarin aku apa-apa soal agama dan nggak pernah peduli sama aku. Terus kenapa aku harus memakai jilbab dan menyelamatkan beliau yang katanya adalah "bapakku" ini. Nggak masuk akal. Aku seegois itu dulu. Mulai dari tweet itu, aku malah semakin nggak ingin pakai kerudung. 

Waktu masih terus berjalan. Teman dekatku masih ada yang bertanya kapan aku pakai kerudung. Even, my teacher asked me about this things. Aku ingat sekali. Dia adalah guru Seni Rupa. Saat itu dia tanya, "Kamu nggak ada keinginan pakai jilbab?" Dan entah kenapa saat itu nadanya seperti seorang Ayah yang bertanya kepada anaknya dengan sungguh-sungguh. Aku bilang, "Belum, Pak. Tapi masih saya pikirkan lagi." Beliau lalu menerangkan sedikit kalau jilbab itu sebuah kewajiban. Bukan pilihan. I know about that. Tapi entah kenapa air mataku ingin jatuh saat itu juga. Entahlah, saat itu aku tiba-tiba jadi orang yang mudah tersentuh. Mungkin itu salah satu faktor saat hidayah mulai datang.

But for your information, aku ketika nggak berjilbab, pakaianku juga lumayan tertutup. Sedari kecil aku lebih sering pakai celana yang panjangnya dibawah lutut. Meski aku nggak pernah pakai rok, tapi kalau pas sekolah, aku selalu disuruh pakai dalaman celana panjang oleh Nenekku. Jadi, meski nggak berjilbab, pakaianku juga nggak se-terbuka itu. Setelah waktu itu, aku sekali dua kali kadang kalau pergi, aku pakai jilbab. Dan aku sangat nyaman ketika memakainya.

Entah kenapa rasanya amat nyaman ketika mengenakan jilbab. Rasanya terlindungi entah oleh apa. I can't describe it. Aku jadi mikir di dalam kepalaku dan keegoisanku. Kalau kamu nggak pakai jilbab karena mau balas dendam pada Ayahmu, lalu apa bedanya kamu dengan Ayahmu? Aku mulai turunkan keegoisanku saat itu. Kalau aku tidak pernah bisa bertemu lagi sama Ayahku, mungkin hanya inilah satu-satunya cara agar aku berbakti kepada beliau. Sekecewa apapun aku dengan Ayah, aku nggak ingin jadi anak durhaka yang bahkan nggak pernah ketemu beliau. Sejak itu, aku nggak peduli Ayahku orang seperti apa, aku akan tetap berbakti kepada beliau. Kau harus tahu, sulit sekali untuk merasa ikhlas melakukan kebaikan. 

Dan aku memutuskan memakai jilbab, Karena aku sudah tahu itu adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Lagipula, aku merasa sangat aman ketika memakainya. Tentang Ayah, anggap ini satu-satunya caraku berbakti. Aku sudah dewasa dan harus menentukan pilihanku sendiri dengan waras. Bukan dengan emosi sesaat yang menggurui. Karena sekecewa apapun aku dengan beliau, ada darah beliau yang mengalir di tubuhku sampai aku mati nanti. Itu sudah cukup untuk mengakui kalau aku masih mempunyai seorang Ayah, dan aku ingin berbakti padanya.

Reaksi Nenek ketika aku memakai jilbab ternyata biasa saja. Kukira Nenek akan melarangku saat itu. Tapi setelah dipikir lagi, beliau pasti lebih memilih aku berpakaian tertutup daripada terbuka. Jadi, Nenek mendukung saja apa yang kuputuskan. 

Terimakasih kepada akun-akun dakwah yang membantuku pada pencarianku tentang hijab.

Terimakasih pada teman-teman yang secara tidak langsung membantuku dalam proses hijrahku saat itu. Bantuan kalian sungguh berharga.

Aku tak bisa bilang kalau aku sekarang sudah istiqomah, but i tried. As a human, kadang naik turun iman membuat goyah. Keadaan juga mempengaruhi. Tapi semoga saja, aku tetap di jalan yang baik.


Ini ceritaku, gimana ceritamu? 🍒



Tertanda,



Nanda💫






Friday, February 26, 2021

Selamat!

Halloha, Journey!


Kali ini bukan cerita tentang diriku. Kali ini cerita tentang seseorang 

 Ia yang dikenal kocak dan lucu oleh orang-orang yang dekat dengannya. Tentu saja kalau kukatakan dia adalah orang yang bahagia karena gelak tawanya paling keras, itu sungguh keliru. Tawa yang ia sajikan pada orang-orang, dibalik itu, ada kesedihan yang ia pendam.

 Aku jadi teringat ketika ia menceritakan kisah yang dia rasakan tentang keluarganya kepadaku. Tak bisa ku ceritakan padamu bagaimana kisah itu. Tapi beberapa bagian ceritanya hampir mirip denganku. Mulai saat itu aku menyadari kami mempunyai masa lalu yang meninggalkan bekas tak jauh beda. Luka.

 Kami berteman. Dengan posisi dia yang mudah sekali mengekspresikan perasaannya sedangkan aku tidak. Kami menyukai hal yang sama, K-POP. Kami sama-sama anak pertama dalam keluarga. Ia yang berjuang membanggakan kedua orangtuanya sebagai anak pertama. Asal kau tau, dia anak pertama perempuan yang tegar yang pernah kukenal. Banyak persamaan yang kami miliki satu sama lain.

Kau tahu? Aku kadang tak bisa memahaminya. Ia suka berubah-ubah. Ribut. Lalu menjadi sangat pendiam. Lalu tiba-tiba tawanya meledak. Tapi aku tak pernah mempermasalahkan itu. Dalam diamku, aku selalu menyukai apa yang dia lakukan. Selama ia bisa kembali bahagia. Kau pasti tahu ia seringkali tertawa bahagia, namun tentu saja ia memiliki luka yang tidak diketahui siapapun.  

Selayaknya sebuah pertemanan, tentu saja kami pernah tak setuju satu sama lain. Tapi pertengkaran kami bukan adu mulut yang sangat ribut. Namun kalau ada beberapa gesekan atau salah paham, tentu saja kau harus memakluminya. Kami masih remaja yang mencari jati diri. Ego kami kadang berada di atas segalanya. Kami seringkali bertengkar namun dalam diam. Aku sangat peka dengan perasaan hati dan tingkah laku. Jadi aku tahu kalau beberapa kali ia pasti kecewa padaku terhadap sesuatu. Lalu tiba-tiba dia sudah kembali saja seperti biasa. 

Dia sering bercerita padaku tentang dirinya. Tentang cinta pertamanya. Tentang adik yang sangat ia sayangi. Tentang hidup. Tentang orangtuanya. Aku beberapa kali juga mengungkapkan apa yang kurasakan padanya. Ku rasa dia sedikit banyak memahami tentangku. 

Dia pernah menyebutku sebagai sahabat atau kakak baginya. Namun aku tak merasa sepantas itu menjadi seseorang yang berharga untuknya.

Untukmu,

Terimakasih sudah menjadi kawan yang baik untukku. (aku paling tidak suka mengatakan ini karena kesannya seperti salam perpisahan, tapi kurasa aku juga harus melakukannya). Terimakasih sudah menjadi seseorang yang mengetuk pintu hatiku dan berani masuk bertamu ke dalam ruang kosong yang sangat sepi ini. Terimakasih atas canda tawa yang kau suguhkan untukku. Terimakasih sudah banyak memberiku pelajaran tentang hidup. 

Maaf. Maafkan aku ketika kau sering kecewa dengan sikapku. Maaf tak sebaik itu menjadi temanmu dan membuatmu kehilangan tawa.

Selamat berkepala dua. Selamat sudah mendapatkan kebahagiaan yang sudah kau nantikan. Aku sungguh berharap kau bisa mencapai segala yang kau impikan. Entah menulis, atau ingin pergi ke Jepang (kau masih ingin pergi ke sana nggak?). Atau pergi ke Korea bersama di masa depan? Aku berharap semua bisa tercapai. Semoga kau segera bertemu jodohmu, jangan terus-terusan mau cari sugar daddy ya. Hehe...

Aku pernah berkata akan menuliskan sesuatu tentangmu, kan? Seharusnya bukan draft tulisan yang ini. Tapi aku tak kunjung merampungkannya. Dan inilah yang bisa ku tuliskan (atau ketik lebih tepatnya). 

Kau tahu kan aku tak se-ekspresif dirimu? Jadi inilah salah satu hadiah dan kenang-kenangan yang bisa ku berikan.

Semoga kau bisa mencapai apa yang ingin kau lakukan, ya! Jangan lupakan aku dan teman-teman yang lain. Kau tahu kalau aku setidak suka itu dengan 'jarak'. Jadi, kalau kau bisa membuktikan jarak bukan masalah, kurasa akhirnya aku kalah.

Atau jangan-jangan aku selalu menang tentang argumen "jarak" tersebut?

Selamat menua. Semoga kau selalu dibawah lindungan-Nya.


 Sedikit puisi untukmu di hari spesialmu.

 Ia perempuan berhati baja

 Lukanya tersisa di pergelangan tangannya

 Bukti dari terbelenggu kebebasannya

 Ia perempuan terjenaka

 Kelakarnya sukar membuat orang lain tak mengunggah tawa

 Ia juga kadang malas

 Rasa magernya mengalahkan segalanya

 Ia perempuan pemberani

 Suaranya mewakili hati orang-orang yang sunyi

 Ia perempuan terkuat

 Hidupnya yang keras sebagai bukti yang nyata

 Ia perempuan termanis

 Senyumnya seringkali mencerahkan dan tawanya menenangkan

 Anin namanya

 Teruntuknya, salamkan rasa terimakasihku

 Dengungkan permintaan maafku

 Ingatkan dia tentang kenangan manis saja

 Hei, Anin!

Selamat menua

 Aku menyayangimu, adikku, sahabatku









Kebisingan dalam Sunyi

 Halloha Journey! Sudah lama tidak curhat di sini. Jadi, langsung ingin curhat saja. Jadi, beberapa hari ini aku lagi suka nonton Jurnalrisa...